Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam yang menekankan
dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka ragam di dalamnya. Dalam
kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih mengedepankan aspek rohaninya dari pada
aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan
kehidupan akhirat dari pada kehidupan dnia yang fana, sedangkan dalam kaitannya
dengan pemahaman keagamaan, ia lebih menekankan aspek esoterik dari pada
eksoterik, lebih menekankan penafsiran bathini dari pada penafsiran lahiriyah.
B.
Rumusan Masalah
·
Tasawuf
abad v
·
Tasawuf
abad vi
·
Tasawuf
abad vii
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tasawuf Abad V
Kematian Al-Hallaj di atas tiang kayu
palang menyebabkan timbulnya kesan yang sangat tidak baik terhadap tasawuf.
Bertambah lama bertambah bersimpanglah jalannya dengan jalan yang dipilih oleh
kaum fiqih. Kalau sekiranya di abad-abad ketiga dan keempat ada pertentangan
dengan ilmu fiqih, maka setelah masuk abad kelima tasawuf bertambah naik ke
puncaknya, sehingga telah mencapai soal-soal metafisika yang tinggi.
Pada pertengahan abad kelima timbullah seorang
besar yang dapat memperdekat atau mempertautkan kembali segela perpecahan yang
terjadi. Beliau adalah Abu Hamid Al-Ghazali. Dan pada abad kelima ini disebut
Zaman Al-Ghazali.[1]
Al-Ghazali dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di
Khurasan, Iran. Pada tahun 450 H / 1058 H.
Masyarakat,tiga tahun setelah kaum Saljuk
mengambil alih kekuasaan di Baghdad. Ayah Al-Ghazali adalah seorang pemintal
kain wol miskin yang taat, menyenangi ulama dan aktif menghadiri
majelis-majelis pengajian. Ketika menjelang wafatnya, ayahnya menitipkan
Al-Ghazali dan adiknya yang bernama Ahmad kepada seorang sufi. Sufi tersebut
mendidik dan mengajar keduanya, sampai suatu hari harta titipannya habis dan
sufi itu tidak mampu lagi memberi makan keduanya. Selanjutnya sufi itu
menyarankan kedua anaknya untuk belajar pada pengelola sebuah Madrasah sekaligus untuk menyambung hidup mereka.[2]
Ajaran Tasawuf Al-Ghazali:
Dalam tasawufnya, Al-Ghazali memiliki tasawuf
sunni yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah ditambah dengan doktrin Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah.[3]
Ya sangat, menarik beliau dalam tasawuf ialah
latihan-latihan jiwanya. Latihan mempertinggi
sifat-sifat yang terpuji ( mahmudah ) dan menahan dorongan nafsu untuk
sifat-sifat yang tercela ( madmumah ). Sehingga menjadi bersihlah hati sehingga
dapat mendekati Tuhan, dengan dihiasi dzikir. Dipelajarinya dengan seksama
perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya yang berhubungan
dengan ilmu kebatinan. Sebagian besar yang dipentingkan adalah rasa ( Zauq ).
Memperoleh tujuan yang sejati yaitu kebahagiaan dengan melalui bekal dan alat
yaitu taqwa.[4]
Pandangan Al-Ghazali Tentang Ma’rifat:
Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahat,
karena syathahat memiliki kelemahan. Beliau menyodorkan paham baru tentang
ma’rifat yakni pendekatan diri kepada Allah ( taqarrub ila Allah ) tanpa
diikuti penyatuan dengan-Nya. Didalam kitab Ihya’ Ulum Ad-Dhin, Al-Ghazali
membedakan jalan pengetahuan untuk sampai kepada Tuhan bagi orang awam, ulama
dan orang arif ( sufi ). Ma’rifat seorang sufi tidak dihalangi oleh hijab,
ma’rifat menurut Al-Ghazali dibangun atas dasar dzauq rohani dan kasyf ilahi.[5]
Menurut Al-Ghazali, ma’rifat bukanlah didapat
semata-mata dengan akal. Ilmu yang sejati atau ma’rifat yang sebenarnya ialah
mengenal Tuhan. Mengenal Hadrat Rububiyah, yaitu ujud Tuhan meliputi segala
ujud. Tidak ada yang ujud, melainkan Allah dan perbuatan Allah.[6]
Pandangan Al-Ghazali Tentang
As-Sa’adah:
Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan
yang paling tinggi adalah melihat Allah ( ru’yatullah ). Dalam kitab “Kimiya
As-Saladah”, ia menjelaskan bahwa As-Sa’adah sesuai dengan watak. Sedangkan
watak sesuai dengan ciptaannya, kenikmatan qalb ( sebagai alat memperoleh
ma’rifat ) terletak ketika melihat Allah. Melihat Allah merupakan kenikmatan
yang paling agung karena ma’rifat itu sendiri agung dan mulia.[7]
Pada abad ke-V selain
Al-Ghazali juga terdapat tokoh sufi yaitu :
·
Al-Qusyairi,
Dia adalah tokoh terkemuka pada abad kelima hijriyah, yang cenderung mengadakan
pembaharuan, yakni dengan mengambilkan tasawuf berlandaskan Al-Qur'an dan
As-sunah yang merupakan ciri utama dari ajaran tasawuf, sunni, Al-Qusyairi
mengecam keras pada sufi pada masanya karena kegemaran mereka memakai pakaian
orang-orang miskin. Tokoh selanjutnya.
·
Al-Harawi :
Dalam kaitannya dengan masalah ungkapan-ungkapan sufi yang aneh. Al-Harawi
berbicara tentang maqam ketenangan ( sakinah ) maqom ketenangan timbul dari
perasaan rela terhadap Allah, sebagai pencegah timbulnya ungkapan-ungkapan yang
aneh.[8]
B.
Tasawuf Abad VI
Pada tasawuf
abad keenam datanglah aliran baru, yaitu perpaduan tasawuf dengan filsafat. Pada abad keenam ini, karena tasawuf banyak dipadu dengan filsafat maka dikenal
dengan istilah tasawuf falsafi.[9]
Tokoh-tokohnya antara lain:
1. Ibn Arabi
Nama
lengkapnya Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath Tha’i Al-Haitami. Ia
lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H. karya yang telah
dihasilkannya antara lain Al-Futuhat Al-Makkiyah, tarjuman Al-Asuywan dan masih
banyak lagi.[10]
Ajaran tasawuf dari Ibn Arabi
adalah :
·
Wahdatul
wujud ( kesatuan wujud ) yaitu bahwa wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan
pada hakekatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan
antara keduanya dari segi hakekat. Menurut Ibn Arabi, wujud alam pada
hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara a’bid ( menyembah ) dengan ma’buat ( yang
disembah ), keduanya adalah satu.
·
Al-Haqiqat Al-Muhammadiyah, alam ini tidak dapat dipisahkan dari ajaran hakikat
muhammadiyah atau nur Muhammad. Menurut beliau, tahapan-tahapan kejadian proses
penciptaan alam dan hubungan dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a) Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak.
b) Wujud hakekat muhammadiyah sebagai emanasi ( pelimpahan ) pertama dari
wujud Tuhan kemudian muncullah yang wujud dengan proses tahapan penciptaan alam
semesta.
2. Umar Ibn Al-Faridh
Dia berasal
dari Homat ( Tarah Syam ), lahir di Mesir. Dia terkenal dengan keistimewaannya
mengubah syair pencintaan kepada Tuhan. Syair yang bernilai tinggi dalam
lapangan kecintaan kepada Tuhan. Dorongan rasa keindahan dalam jiwa yang
sejati. Sama sekali adalah kesaksian terhadap yang haq, yang mutlak dan jujur,
timbul dari kebersihan jiwa dan terang jernihnya penglihatan mata rohani.
Syair kecintaan pada Tuhan dari Ibnu
Faridh telah menimbulkan inspirasi bagi berpuluh dan beratus penyair lain,
sehingga sesudah abad keenam dan ketujuh lahir syair-syair shufiyah.[11]
3. Ibnu’l Sabi’in
Nama
lengkapnya Ibn Sabi’in adalah ‘Abdul Haqq bin Ibrahim Muhammad bin Nashr. Seorang sufi yang juga filosof dari Andalusia. Ajaran tasawufnya :
Paham
kesatuan mutlak, yaitu wujud adalah satu alias wujud Allah semata. Ibn Sabi’in
menempatkan ketuhanan pada tempat yang pertama. Wujud Allah, menurutnya adalah
asal segala yang ada pada masa lalu, masa kini maupun masa depan. Sementara
wujud materi yang tampak justru dirujukan pada wujud mutlak yang rohaniah.
Pendapat Ibn
Sabi’in tentang kesatuan mutlak tersebut, merupakan dasar dari paham, khususnya
tentang para pencapai kesatuan mutlak ataupun pengakraban dengan Allah.[12]
4. Ibn Masarrah
Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Massarah. Ia merupakan seorang sufi
sekaligus filosof dari Andalusia. Ia memberikan pengaruh besar terhadap
esoteric mazhab Al-Mariyyah. Ia termasuk sufi aliran ittihadiyyah. Ia penganut
sejati aliran Mu'tazilah. Namun berpaling pada mazhab Neoplatonisme. Oleh
karena itu ia dituduh mencoba menghidupkan kembali filsafat Yunani kuno.
Ajaran tasawufnya meliputi:
·
Jalan menuju
keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud dan mahabbah.
·
Dengan
penakwilan ala philun ( aliran isma’iliyyah ) terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, ia
menolak adanya kebangkitan jasmani.
·
Siksa neraka
bukanlah dalam bentuk yang hakikat.
C.
Tasawuf Abad VII
Kondisi yang terjadi pada abad keenam hijriyah belum terselesaikan, karena
upaya Sufi Filsafah untuk menyebarkan ajarannya sangat kuat. Maka pertentangan
sufi juga semakin nampak, karena perbedaan metode pengalaman ajaran diantara
mereka. Masing-masing kelompok peserta tasawuf mengorganisir diri atas
bimbingan gurunya, lalu disebut Tarekat. Sedangkan gurunya disebut Syekh
atau Mursid, dan ada juga yang menyebut dengan sebutan Muhdi
(pembimbing spiritual). Masing-masing perkumpulan tasawuf memberi nama
perkumpulannya sesuai dengan nama atau kelahiran gurunya. Pendirian tarekat
menjadi ciri khas pada abad keenam dan ketujuh Hijriyah.
Ada bebarapa sufi yang merangkap sebagai pendiri Tarekat yang berpengaruh
pada abad VI H, antara lain:
·
Abdul Qadir Al-Jailani, mewariskan Tarekat Qadiriyyah.
·
Ahmad Rifa’i, mendirikan Tarekat Rifa’iyyah.
·
Al-Suhrawardi Al-Maqtul, melahirkan ilmu filsafat, yang disebut Tasawuf
Ishraq (Tasawuf pencerah hati)
[1] Prof. Hamka, Tasawuf ;
Perkembangan dan Pemurniannya, ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1993 ), hlm.
119-120
[2] Drs. Rosihan Anwar dan Mukhtar
Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung : Pustaka Setia, 2000 ), hlm. 109-112.
[3] Drs. Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung :
Pustaka Setia, 2000 ), hlm.113
[4] Prof. Hamka, Tasawuf ;
Perkembangan dan Pemurniannya, ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1993 ), hlm.125
[6] Prof. Hamka, Tasawuf ;
Perkembangan dan Pemurniannya, ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1993 ), hlm.126
[7] Drs. Rosihan Anwar dan Mukhtar
Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung : Pustaka Setia, 2000 ), hlm. 116
[9] Prof. Hamka,
Tasawuf ; Perkembangan dan Pemurniannya, ( Jakarta : Pustaka Panjimas,
1993 ), hlm. 132
[10] Drs. Rosihan Anwar dan Mukhtar
Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung : Pustaka Setia, 2000 ), hlm. 144-145
[11] Prof. Hamka, Tasawuf ;
Perkembangan dan Pemurniannya, ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1993 ), hlm. 148
[12] Drs. Rosihan Anwar dan Mukhtar
Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung : Pustaka Setia, 2000 ), hlm.160-162
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Pada abad kelima
ini terdapat beberapa tokoh sufi diantaranya:
1. Abu Hamid Al-Ghazali
2. Al-Qusyairi
3. Al-Harawi
Adapun pada abad
ke enam terdapat beberapa tokoh sufi diantaranya:
1. Ibn Arabi
2. Umar Ibn Al-Faridh
3. Ibnu’l Sabi’in
4. Ibn Masarrah
Sedangkan pada
abad ketujuh beberapa tokoh sufinya diantaranya:
1. Abdul Qadir Al-Jailani
2. Ahmad Rifa’i
3. Al-Suhrawardi Al-Maqtul
Asmaran,Pengantar
Studi Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002
Hamka,
Tasawuf
; Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1993
Rosihan
Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung : Pustaka
Setia, 2000