DZIKIR NASYID DI MAJELIS TA’LIM BANI ISMA’IL BANJARMASIN



DZIKIR NASYID
DI MAJELIS TA’LIM
BANI ISMA’IL BANJARMASIN


PROPOSAL TESIS



OLEH:
IBRAHIM IDRUS
1402511403

Hasil gambar untuk dzikir nasyid












INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCA SARJANA
PRODI AKHLAK TASAWUF
BANJARMASIN
2015 M/ 1437 H
DZIKIR NASYID DI MAJELIS TA’LIM BANI ISMA’IL BANJARMASIN[1]

A.     Latar Belakang Masalah
Dalam dunia sufisme, tarekat memiliki peranan sangat penting bagi seseorang yang ingin menjalani jalan akhirat, jalan untuk bertemu Allah Swt. Tarekat[2] merupakan sebuah “alat transportasi” khusus yang diberikan oleh seorang guru pembimbing (murabbi mursyid) kepada si murid (salik). Lewat arahan dan bimbingan sang murabbi mursyid, si salik dapat dengan mudah berjalan secara bertahap melewati tingkatan demi tingkatan (maqamat dan ahwal) hingga sampai maqamat dan hal si salik bertemu dengan Allah Swt.
Seseorang yang menempuh perjalanan batin (suluk) disebut salik atau sang pencari Allah atau penempuh jalan spiritual. Seorang murid kadang-kadang disebut salik, manakala ia sedang melakukan suluk, yakni suatu ikhtiar menempuh jalan tertentu yang beragam bentukya dalam rangka untuk mencapai tujuan tarekat. Ada dua macam arti yang diberikan dari perkataan suluk. Pertama, sebagai suatu jalan, yaitu cara mendekati Tuhan dan beroleh ma’rifat. Kedua, latihan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh sesuatu mengenai keadaan ahwal dan maqam dari salik. [3]
Dalam fase suluk untuk mencapai hakikat, dibagi menjadi 4 yaitu,
1.      Marhalah amal lahir. Artinya berkenalan dengan melakukan amal ibadah yang diperlukan dan Nawafil/sunnat.
2.      Rounded Rectangle: 1Amal batin atau Muraqabah (mendekatkan diri kepada Allah) dengan jalan mensuci-bersihkan diri dari maksiat lahir dan batin (takhalli), memerangi hawa nafsu dibarengi dengan amal yang mahmudah/terpuji dari taat lahir dan batin (tahalli) yang semuanya itu merupakan amal Qalbi.
3.      Marhalah Riadhah/ melatih diri dan Mujahadah/ mendorong diri.
4.      Marhalah “FanaKamil” yaitu jiwa si Salik telah sampai kepada martabat syuhudul Haqqi bil Haqqi/ melihat hakikat kebenaran.[4]

Pada fase suluk yang ke dua di atas, sang murabbi mursyid akan memberikan amaliah-amaliah khusus dan tertentu kepada si salik. Amaliah-amaliah tersebut bisa berupa praktek-praktek ibadah seperti shalat-shalat sunnat ( shalat sunnat wudhu, shalat sunnat taubat, shalat sunnat hajat, shalat sunnat tasbih dan lain-lain), puasa-puasa sunnat (puasa senin-kamis, puasa pada hari-hari putih[5], puasa pada hari-hari hitam[6], puasa putih[7] dan lain-lain), membaca dzikir atau sholawat dengan bilangan dan waktu-waktu tertentu dan berbagai praktek ibadah lainnya.
Seiring perjalanan dan perkembangannya dari waktu ke waktu, ragam ibadah telah diajarkan dari masa Rasulullah sampai ke masa sekarang ini –dan kemudian menjadi suatu tradisi– sedikit banyaknya telah mengalami berbagai modifikasi. Salah satunya adalah berkaitan dengan dzikir, yaitu dzikir nasyid.
Jika dilihat dari bahasanya, secara sederhana dzikir nasyid merupakan suatu praktek pembacaan lafadz dzikir secara lisan yang diiringi dengan pembacaan syair-syair berirama nasyid. Perpaduan irama islami ini menghasilkan nada-nada yang khas. Bisa dikatakan bahwa dzikir nasyid adalah suatu variasi praktek dzikir dengan nuansa irama islami sebagaimana yang ada pada praktek pembacaan sholawat, khususnya pembacaan syair-syair sholawat yang sering diadakan di bulan Rabi’ul Awwal dan bahkan sebagian dari kita menjadi ‘personil’ sholawatan atau sebagian kita penonton dan/atau sebatas audience saja.
Penulis pernah mengikuti beberapa acara dzikir nasyid di Kalimantan[8], diantaranya pada waktu acara peringatan haul Syaikh K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Sekumpul) di Jalan Komplek Banjar Indah Permai, Banjarmasin. Acara diadakan khusus untuk jama’ah laki-laki yang dimulai ba’da ‘Isya di Majelis Ta’lim Bani Isma’il. Acara dimulai dengan membaca QS. Yaasin, selanjutnya para jama’ah membaca shalawat, yakni salah satu hizb dalam Dalail Khairat. Setelah itu lalu barulah mulai membaca lafadz dzikir nasyid.
Pengalaman penulis selanjutnya pada waktu acara peringatan haul Syaikh K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Sekumpul) ke 9 dan 10 (2014 dan 2015) di Komplek Ar-Raudhah, Sekumpul, Martapura. Teknis acara sama dengan yang di adakan di di Majelis Ta’lim Bani Isma’il.
Selanjutnya, penulis juga mengikuti dzikir nasyid di Desa Dalam Pagar, Kabuaten Banjar. Saat itu dalam rangka peringatan haul Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Datu Kelampayan) 1 tahun yang lalu, tahun 2014. Teknis acaranya juga sama halnya dengan acara yang diadakan di Sekumpul dan di Banjarmasin.
Terakhir, penulis mengikuti dzikir nasyid di halaman depan rumah imam mesjid Raya Sabilal Muhtadin. Saat itu dalam rangka haul keluarga imam mesjid yang diadakan pada bulan kemarin. Dan teknis acaranya hampir sama halnya dengan acara yang diadakan di tempat-tempat sebelumnya tetapi, sebelum memulai dzikir nasyid, para jama’ah bersama-sama membaca QS. Yaasin dan Maulid ad-Diba. [9]
Bagi kalangan sufi, nada-nada islami, seperti dzikir nasyid atau pembacaan syair-syair sholawat berfungsi untuk menambah-nambah kekhusyuan dan kesasyikan dalam hal menghadirkan Allah Swt. Batin si sufi akan terasa larut dalam irama-irama tersebut tatkala berdikir atau bersholawat. Keadaan ini menghasilkan ketenangan zahir dan ketenangan batin. Ketenangan zahir dapat dilihat dari bacaan dzikir atau sholawat yang fasih dan teratur dan posisi tubuh yang tetap pada tempatnya berdikir atau bersholawat. Adapun ketenangan batin, suatu perasaan tentram dan damai yang ada di dalam lubuk hati. Dalam term psikologi, ketenangan batin atau jiwa ini dikatakan sebagai suatu keadaan relaksasi.
Seorang sufi yang berada dalam keadaan relaksasi, pikiran dan perasaan serta hatinya menjadi fokus ke dalam satu tujuan, yakni menghadirkan Allah Swt. Semakin fokus jiwa seorang sufi, maka semakin dalam dan lama pula durasi ia mampu berada dalam hadirat ilahi.
Mereka yang telah konsisten (istiqomah) dalam pemusatan jiwa kepada Allah Swt akan memperoleh semacam pengalaman batin yang mana menurut Abraham Maslow, seorang pemuka psikologi humanistik, sebagai pengalaman puncak yang transenden. Pengalaman puncak digambarkan sebagai kondisi jiwa mengalami pengalaman-pengalaman puncak yang memberikan wawasan yang jelas tentang siapa (jati) diri mereka dan dunia mereka.[10] Terkadang perngalaman batin yang mereka alami bisa berupa terbuka hijab (dinding penghalang) melihat hal-hal gaib atau kasyf. Bisa juga bertemu dan bercengkrama dengan para wali, baik di alam mimpi maupun alam jaga dan masih banyak pengalaman-pengalaman yang berbau mistis lainnya. Setelah mengalami pengalaman demi pengalaman batin ini, pribadi sufi kembali kepada fitrahnya. Menurut Qurais shihab, fitrah ini memiliki ciri-ciri berupa kecenderungan manusia untuk gemar kepada kebaikan, kebenaran dan keindahan.[11]
Adapun di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan terdapat berbagai macam jenis majelis. Ada majelis ta’lim yang kontennya berupa transfer ilmu-ilmu agama, ada majelis dzikir yang khusus mengajak jama’ahnya untuk berdzikir dengan dzikir dan bilangan tertentu. Ada juga majelis sholawat yang mana para jama’ahnya diajak untuk melantunkan syair-syair sholawat lengkap dengan irama terbang dan gendang.[12]
Salah satu majelis ta’lim yang ada di Kota Banjarmasin adalah Majelis Ta’lim Bani Ismail. Majelis Ta’lim Bani Ismail bertempat di Jalan Komplek Banjar Indah Permai. Ada sedikit perbedaan yang ada di majelis ini dengan majelis yang lainnya di mana tidak hanya mengadakan majelis ta’lim yang rutin diadakan setiap malam jum’at khusus laki-laki dan sabtu pagi khusus perempuan,
Majelis ta’lim ini juga mengadakan majelis dzikir nasyid khusus laki-laki dengan jadwal temporer dan undangan khusus yang mana sangat jarang penulis temui di majelis-majelis ta’lim lainnya. Jama’ahnya pun sangat banyak, hampir mencapai ribuan orang. Mereka berasal dan datang berbagai penjuru Kalimantan Selatan. Beberapa orang yang pernah mengikuti majelis dzikir nasyid menuturkan bahwa untuk meng’amalkan dzikir nasyid harus terlebih dahulu memiliki ijazahnya.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat suatu penelitian mengenai “Dzikir Nasyid Di Majelis Ta’lim Bani Isma’il Banjarmasin

B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pelaksanaan dzikir nasyid di Majelis Ta’lim Bani Isma’il?
2.      Bagaimana dampak dzikir nasyid terhadap jama’ah di di Majelis Ta’lim Bani Isma’il?

C.     Tujuan Penelitian
Dari latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pelaksanaan dzikir nasyid di Majelis Ta’lim Bani Isma’il;
2.      Untuk menjelaskan dampak dzikir nasyid terhadap jama’ah di di Majelis Ta’lim Bani Isma’il.

D.    Signifikansi Penelitian
Signifikasi penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Secara Teoritis
a.       Untuk menambah perbendaharaan penelitian dalam khazanah keilmuan islam, kajian Akhlak dan Tasawuf;
b.      Hasil penelitian dapat dijadikan bagian dalam mata kuliah yang terkait dengan tarekat, dzikir, psikoterapi.

2.      Secara Praktis
a.       Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan dan analisis yang lebih luas tentang dzikir nasyid dengan ketenangan jiwa dan pegalaman batin jama’ahnya di Majelis Ta’lim  Bani Isma’il.
b.      Bagi jama’ah Majelis Ta’lim Bani Isma’il, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi yang positif guna mengajak jama’ah lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan jalan memperdalam kualitas dzikir melalui dzikir nasyid.
c.       Bagi lapisan masyarakat, seperti ulama, ustadz atau guru-guru agama, praktisi psikologi, lembaga atau instansi yang terkait dengan bidang penelitian ini, hasil penelitian ini dapat diaplikaskan untuk lebih khusyu menghadirkan Allah Swt.
d.      Bagi peneliti yang ingin meneliti topik yang sama, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah referensi.

E.     Definisi Operasional / Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini dan untuk membatasi serta memfokuskan permasalahan yang akan diteliti perlu adanya definisi operasional sebagai berikut:
1.      Dzikir nasyid adalah suatu kegiatan pembacaan afadz dzikir secara lisan yang diiringi dengan pembacaan syair-syair berirama nasyid.
2.      Pengalaman batin adalah fenomena ruhaniah seperti bertemu dengan wali allah atau orang-orang shalih, baik di dalam mimpi atau dalam keadaan jaga.
3.      Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti pelaksanaan dzikir nasyid.

F.      Penelitian Terdahulu
Ada penelitian yang terkait dengan dikir nasyid, seperti penelitian oleh Dr. Muhammad Alfatih Suryadilaga, M.Ag. yang berjudul “Pemaknaan Sholawat dalam Komunitas Joged Sholawat Mataram: Studi Living Hadis”.

G.    Metode Penelitian
1.      Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (natural setting), (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data diakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi.[13] Dan jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dalam latar kehidupan yang sebenarnya, seperti di sekolah, lingkungan keluarga tempat kerja, maupun masyarakat.[14]

2.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi penelitian bertempat di Majelis Ta’lim Bani Ismail, tepatnya di Jalan Banjar Indah Permai Komplek Kayu Kuku A. Yani Km. 5,5 Banjarmasin.

3.      Data dan Sumber Data
Data yaitu uraian tentang data dan temuan penelitian yang disajikan dengan topik yang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Paparan data tersebut diperoleh dari pengamatan mengenai apa yang terjadi dan/atau hasil wawancara (apa yang dikatakan) serta deskripsi informasi lainnya yang berasal dari dokumen, foto, rekaman, video dan hasil pengukuran). Temuan penelitian disajikan dalam bentuk pola, kategori, sistem klasifikasi, tipologi, kecenderungan dan motif yang muncul dari data.[15] Data dalam penelitian ini adalah observasi pelaksanaan dzkir nasyid. Dan sumber data adalah asal usul peneliti menemukan adanya data untuk proses penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah observasi dzkir nasyid dan wawancara dari responden dimana responden dalam penelitian ini adalah jama’ah dzkir nasyid itu sendiri.

4.      Teknik pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan/simultan[16] antara lain, observasi, wawancara, analisis dokumen, foto dan video.

5.      Analisis Data
Analisis data merupakan hasil penafsiran, pengingtegrasian, dan modifikasi terhadap temuan-temuan penelitin ke dalam teori yang ada dalam rangka penyusunan teori baru dengan beberapa penjelasan implikasi-implikasi lain dari hasil penelitian serta jawaban atas hasil penelitian.[17] Penelitian ini memiliki tiga tahap analisis data, yakni tahap deskripsi, fokus, dan seleksi.[18]

H.    Sistematika Penulisan
Tesis ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab kesatu berisi pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, hipotesis penelitian, asumsi penelitian, difinisi operasional, penelitian terdahulu dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi landasan teoritis, meliputi pengertian, tata cara pelaksanaan dzikir nasyid. Pengertian, faktor-faktor ketenangan jiwa dan pengalaman batin, serta hubungan antara dzikir nasyid dengan ketenangan jiwa dan pengalaman batin.
Bab ketiga berisi metode penelitian, meliputi rancangan penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, desain pengukuran serta teknik analisis data.
Bab keempat berisi hasil penelitian, meliputi data penelitian dan pengujian hipotesisi.
Bab kelima berisi pembahasan, meliputi analisis penelitian.
Bab keenam berisi penutup, meliputi beberapa simpulan dan saran.



DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Amin, Totok Jumantoro dan Samsul Munir. Kamus Ilmu Tasawuf. AMZAH, 2005.

an-Naisaburi, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi. Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, terj. Ma’ruf Zariq dan Ali Abdul Hamid Balthajy. Jakarta: Pustaka Amani. 1998.

ar-Rahman, Abdul Malik. Kifayat al-Muhtaaj fi al-fiqh as-Syafi’i. Amuntai: Ma’had Raudhatul Amiin. 1997.

Bastaman, H. D.. Logoterapi:Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007.\

Departemen Agama Republik Indonesia. Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: DEPAG RI, 1990.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Graindo Persada. 2009.

Noor, Irfan et. al.. Pedoman Penulisan Tesis Banjarmasin: Pasca Sarjana IAIN Antasari. 2015.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2008.

Suryadilaga, Muhammad Alfatih. “Pemaknaan Sholawat dalam Komunitas Joged Sholawat Mataram: Studi Living Hadis” Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan,
           
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu.



[1] IBRAHIM IDRUS (1402511403), PROPOSAL TESIS, Mahasiswa Prodi Akhlak dan Tasawuf Tahun Ajaran 2015 M/1437 H di PROGRAM PASCA SARJANA IAIN ANTASARI BANJARMASIN
[2] Tarekat di sini dipahami secara umum dan global, bukan dalam artian secara khusus atau mengarah kepada salah satu tarekat mu’tabarah.
[3] Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (AMZAH, 2005), hal. 211-212.
[4] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, (Surabaya: PT. Bina Ilmu) hal. 251.
[5] Puasa pada tanggal 13, 14, 15 pada tiap-tiap bulan. Lihat Abdul Malik ar-Rahman, Kifayat al-Muhtaaj fi al-fiqh as-Syafi’i (Amuntai: Ma’had Raudahatul Amiin) 1997, h. 64.
[6] Puasa pada tanggal 28, 29, 30 pada tiap-tiap bulan. Lihat Abdul Malik ar-Rahman, Kifayat al-Muhtaaj,..., h. 65.
[7] Puasa dengan hanya memakan makanan yang tidak bernyawa.
[8] Observasi Awal.
[9] Minggu, tanggal 31 Mei 2015.
[10] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Graindo Persada, 2009), h. 157-158.
[11] Jalaluddin, Psikologi Agama,..., h. 158.
[12] Observasi penulis di beberapa wilayah Kota Banjarmasin.
[13] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 8-9.
[14] Irfan Noor, et. al., Pedoman Penulisan Tesis (Banjarmasin: Pasca Sarjana IAIN Antasari: 2015), h. 4.
[15] Irfan Noor et. al., Pedoman Penulisan Tesis..., h. 14-15.
[16] Sugiyono, Metode Penelitian..., h. 8
[17] Irfan Noor et. al., Pedoman Penulisan Tesis..., h. 15.
[18] Sugiyono, Metode Penelitian..., h. 266.
Theme images by loops7. Powered by Blogger.