Saat Kita Membenci Diri Kita Sendiri


Hidup adalah seni menghadapi ketidakpastian, karena tidak ada yang pasti dalam hidup kecuali ketidakpastian itu sendiri. Itu realitas adalah kehidupan yang saat ini sedang kita jalani bersama-sama  Ada banyak hal telah yang terjadi, beberapa diantaranya adalah sesuatu yang kita nikmati, namun tak jarang kita menemui sesuatu yang tidak kita sukai dan berpangkal dari berbagai hal, mulai dari urusan fisik yang dianggap kekurangan, sampai kekecewaan psikis yang dalam hal ini amat sangat beragam banyaknya, sebanyak keinginan-keinginan tak terhingga manusia itu sendiri. Bisa jadi urusan asmara yang kandas, keuangan yang ludas, kecurangan prestasi orang lain yang  dirasa culas, hingga penghargaan hidup yang habis terkuras tanpa bekas.
Hasil gambar untuk kita benci diri sendiri


Adakalanya gelombang kekecewaan tersebut datang silih berganti, tak tertahankan lagi, oleh karang keimanan dan akal sehat, saat itu kita mulai frustasi, tak bisa menerima kenyaatan yang ada,  dan  yang terburuk adalah saat kita mulai membenci diri kita sendiri, kita merasa jijik dan muak dengan diri kita, lantas berfikir kenapa aku tidak dilahirkan berbeda.
Hal ini bisa terjadi pada siapa saja, anda, dia, atau  mereka termasuk pada diri saya  saat itu. Ada rasa sedih, kecewa dan murung menghinggapi jiwa, mungkin karena malu menanggung begitu banyak kegagalan, Dan kecewa dengan hal-hal yang tak kesampaian. Hidup saya seolah menjadi begitu gelap dan menakutkan.

Dalam keadaan seperti itu biasanya tak banyak yang bisa kita lakukan, dan memang tak ada yang ingin kita lakukan, saat itu saya hanya berbaring dan mencoba meninggalkan realitas kehidupan untuk selanjutnya lari ke alam mimpi. Tapi, apa daya, meski telah berkali-kali saya mencoba memejamkan mata, hasilnya tetap sia-sia. Pikiran buruk masih bergelayut didalam kepala, bagai awan gelap sebelum hujan yang menggantung diangkasa.

Saat tak ada yang kita dilakukan sama sekali, itu justru membuat hati semakin merana, rasanya tidak ada satu orang manusia manapun yang mau dianggap tak berguna karena tidak melakukan apa-apa dalam hidupnya. Yah, berbekal motivasi seperti itulah, iseng tangan saya kemudian meraba, sebuah buku yang kemaren-kamaren saya beli di sebuah toko buku nasional terkemuka di Indonesia, teronggok dan belum sempat terbaca. Terbersit asa, “ah sayangnya buku neh mun nukar kada dibaca”.  Akhirnya huruf demi huruf mulai kueja, lembar demi lembar pelan kubuka, dan…….  tak terasa diri ini terlarut saat membacanya:

“Beberapa abad yang silam, tujuh orang biksu tinggal disebuah gua di dalam hutan rimba di suatu tempat di Asia, mereka melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat yang saya ceritakan dalam cerita sebelumnya. Ada seorang biksu kepala, adiknya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh biksu kepala: mereka tidak pernah bisa akur. Biksu kelima adalah seorang biksu yang sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu ia bisa saja meninggal dunia. Yang keenam, biksu yang sakit berat-juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh. Adalah biksu yang tidak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa ingat Parrita (Kitab Suci), dan kalau pun ingat, dia mendarasnya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun biksu yang lain membiarkannya begitu saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkan mereka untuk bersabar.

Suatu hari, segerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat membunuh semua biksu tersebut. Akan tetapi, untunglah, biksu kepala sangat lihai berbicara membujuk orang. Dia berhasil membujuk gerombolan bandit untuk membiarkan biksu-biksu itu pergi, kecuali satu orang sandera, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada biksu-biksu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Itulah hasil terbaik yang bisa dinegosiasikan oleh biksu kepala. Biksu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk membuat keputusan yang mengenaskan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.

Tatkala saya menceritakan kisah ini didepan publik, saya berhenti sebentar untuk bertanya kepada hadirin,”baiklah, menurut anda, siapakah yang akan dipilih oleh biksu kepala ?” pertanyaan ini bisa menyegarkan hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada biksu kepala, adiknya, sahabatnya, musuhnya, biksu tua dan biksu yang sakit (dua-duanya sudah mau mati), serta biksu yang tidak berguna. Menurut anda, siapakah yang akan dipilihya ?
Sebagian menyarankan si musuh saja. “bukan,” kata saya. “Saudaranya?””Salah.”
Biksu yang tidak berguna selalu saja  disebutkan- tega nian kita! Setelah cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan  jawabannya: biksu kepala tidak mampu memilih.

Cinta kasihnya kepada adiknya sama persis besarnya-tidak lebih dan tidak kurang- dengan cinta kasihnya kepada sahabatnya, juga persis dengan cinta kasihnya kepada musuhnya, kepada biksu tua, biksu yang sakit, bahkan kepada biksu yang tidak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu: Pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apapun yang kamu lakukan, siapapun kamu.

Pintu hati biksu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya  dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri, pintu hatinya juga  terbuka untuk dirinya sendiri. itulah mengapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain-lain.

Saya mengingatkan orang Yahudi-kristiani di antara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk “cintailah tetanggamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri”. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri  seperti halnya kita memperlakukan orang lain.
Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa biksu kepala akan mengorbankan dirinya sendiri untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini sebagai kebaikan ? mengapa kita lebih menuntut, lebih keras, lebih kritis dan menghukum diri sendiri lebih dari siapapun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain “pintu hatiku terbuka untukmu apapun yang kamu lakukan”, akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, “Aku, orang yang begitu dekat, Diriku, pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apapun yang telah kulakukan. Ayo masuk!”.

Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah: berdamai dengan diri sendiri. Dan jika anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri anda sendiri, dengan sejujur-jujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka akan menyongsong masa depan, bukanya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujur-jujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya, itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari kita yang telah lama  terusir, hidup membeku diluar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas untuk bahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih tidak kurang.

Dan harap diingat, anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta anda kepada diri sendiri, jika anda harus menunggu kesempurnaan,itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apapun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada didalamnya, sempurnalah kita.

Sungguh sebuah kisah yang menawan, dan begitu mengharukan !!  kisah diatas benar-benar menampar kesadaran bathin saya, ia menunjukkan betapa kemalangan terbesar kehidupan adalah saat kita kehilangan kebahagiaan lewat hancurnya jati diri milik kita. Kisah ini adalah sebuah suntikan moral yang amat berharga, bagi sesiapapun manusia bebal yang merasa kemalangan adalah bagian takdir didalam dirinya, di lembar berikutnya ada cerita yang tak kalah menginspirasi. Tentang seorang bijak dan murid-muridnya:

Suatu ketika di India Kuno, hiduplah seorang guru yang telah tua. Pada zaman itu  jumlah sekolah tidak banyak, dan hanya ada satu guru dan banyak siswa dalam satu sekolah. Guru ini pun mengajarkan banyak hal. Guru ini sangat tersohor dan punya banyak murid, namun ia juga memiliki anak perempuan yang cantik. Dan semua murid laki-lakinya sangat menyayangi putrinya ini. Pada zaman itu perkawinan diatur oleh orangtua pihak putri.

Suatu hari, guru itu datang dan mengumumkan, “Dengar, sudah saatnya putriku menikah, dan aku tahu kalian semua menyukainya. Menurut tradisi kami, ia seharusnya menikahi salah satu muridku. Jadi untuk menemukan siapa diantara kalian yang akan menikahinya, aku akan memberi kalian sebuah ujian. Ini adalah ujian kebijaksanaan dan kepatuhan, namun ujian ini juga akan memecahkan satu masalahku, yaitu membelikan rumah untuk putriku, padahal aku sangat miskin, tak punya uang. Jadi, apa yang harus kalian lakukan adalah, mulai minggu depan kalian masing-masing harus pergi ke desa-desa di sekitar  sini, mengendap-endaplah kedalam rumah-rumah penduduknya dan curilah apapun yang kalian bisa, tapi pastikan tak seorangpun melihat kalian mencuri. Barangsiapa bisa mencuri paling banyak setelah tujuh hari, karena kepatuhan dan kebijaksanaannya, ia boleh menikahi putriku. Dan semua barang yang kalian curi digabungkan dalan satu tumpukan dan diberikan kepada pasangan mempelai. Itulah perintahnya, pergilah!”

Para murid terkejut. Guru meminta mereka mencuri!?! Namun mereka semua mencintai sang putri guru, jadi mereka semua berfikir, “Cinta adalah yang terpenting, aku akan lakukan apapun demi cinta!”
Maka mereka mengendap-endap menuju desa pada malam hari, menunggu para penghuninya terlelap, lalu mengambil apapun yang bisa mereka ambil. Kemudian mereka membawa barang curian mereka kembali kepada guru mereka.  Guru akan menanyai apa bentuk rumah yang mereka masuki, dan mencatat dengan teliti siapa berada dimana dan mengambil apa. Pada akhir tujuh hari itu, semua murid berkumpul untuk melihat siapa yang menang. Guru mengumumkan, “kalian semua telah melakukannya dengan baik. Kalian telah mencuri begitu banyak barang. Ada cukup banyak disini untuk pasangan mempelai manapun untuk memulai penghidupan dengan baik. Namun sebelum aku mengumumkan siapa mencuri paling banyak, adakah diantara kalian, yang belum mencuri apapun?”

Salah satu murid mengangkat tangannya. Guru menatap dan menghardiknya, “Mengapa kamu tidak melakukannya wahai pemuda yang tidak patuh !?” Murid muda ini berdiri dan berkata, “ Tapi, saya patuh guru. Saya mengikuti semua perintah guru.” “Kalau begitu mengapa kamu tidak mencuri?” “Karena guru, saya saya mengendap-endap memasuki desa pada malam hari, lalu menunggu penghuninya terlelap, atau lebih baik lagi, ketika mereka meninggalkan rumah. Lalu saya masuk kedalam dan melihat benda berharga mereka, dan ketika saya hendak mengambilnya, saya ingat anda berkata bahwa jangan mengambilnya jika ada yang memperhatikan. Dan saya menyadari ada yang memperhatikan! Saya yang memperhatikan! Saya melihat diri saya mencuri! Ada seseorang disana, itulah sebabnya saya tidak bisa mengambil apapun.”

Guru itu berkata, “akhirnya! Aku mendapatkan seorang murid bijaksana sedang sisanya hanya murid dungu. Kalian bisa mengembalikan semua barang itu, sebab aku sudah memberi tahu penduduk desa sebelumnya dan mereka sudah tahu kalian akan datang. Mereka tidak akan melukai kalian ketika kalian mengembalikan semua barang itu. Aku sudah cukup kaya, aku hanya ingin tahu siapa siswa paling bijaksana, yang mengetahui kapanpun mereka berbuat salah selalu ada orang yang melihatnya, dan ia tidak akan pernah berani mengkhianati putriku sebab akan selalu ada orang yang mengawasi.”

Apapun yang anda lakukan dalam hidup, selalu ada orang yang melihatnya-Anda sendiri. Anda tidak pernah sendirian. Anda selalu bersama orang lain. Satu-satunya alasan mengapa orang benci sendirian adalah karena mereka benci bersama diri mereka sendiri.

Jika anda bersahabat dengan diri anda sendiri, anda bersama orang yang anda hormati dan kasihi, diri anda sendiri. Anda bersama sahabat paling baik. Lalu bagaimanakah anda bisa menjadi sahabat terbaik bagi diri sendiri ?
Temukan sesuatu dalam diri anda yang anda sukai. Ada begitu banyak hal dalam diri anda yang anda sukai. Fokuslah pada hal itu. Jangan berfokus pada kesalahan, kekurangan dan perbuatan yang telah anda lakukan. Jika anda bersama dengan bathin yang suka mencari kesalahan seperti itu, maka anda tidak akan tahan dengan diri anda sendiri. Anda tahu apa yang akan terjadi ketika anda tidak tahan dengan diri anda sendiri, itulah yang menyebabkan orang tertekan dan bunuh diri, dan itu adalah tragedi besar.

Jadi belajarlah bagaimana cara menyukai dan mengasihi diri anda sendiri dengan memiliki sikap positif terhadap diri anda sendiri. Istirahatlah sedikit supaya anda bisa menyingkirkan kemuraman, maka anda bisa mulai menyukai dan mencintai diri anda sendiri, maka saat itu anda adalah sahabat terbaik anda. Saya jamin dengan sikap seperti itu, kemanapun anda pergi, tak perduli apa pun yang terjadi di dunia, anda akan selalu bersama sahabat terbaik anda. Itulah salah satu hal terindah yang bisa dilakukan.

Dua kisah barusan yang atas, benar-benar berisi petuah-petuah yang teramat berharga, tentang bagaimana sikap kita dalam menjalani kehidupan dengan berbahagia dan mulia. Bahwa kebahagian dimulai dari pengertian akan makna hakiki kehidupan yang didapat dari perenungan dan latihan yang panjang seperti yang seorang sufi Muslim atau seorang biksu Budha lakukan.  Seorang Kahlil Gibran pernah berpuitis:
Jiwaku adalah sahabat yang menenangkan diriku, ketika hari-demi hari terasa berat kujalani, yang menghiburku saat setiap kemalangan hidup menjadi berlipat kali.

Yang tak bisa bersahabat dengan jiwanya sendiri bagaikan musuh bagi orang lain. Dan dia yang seolah-oleh tak berada didalam dirinya, maka seorang sahabat akan mati merana. Karena kehidupan bersemi dari dalam diri manusia;bukan dari luar.

Aku datang untuk mengucapkan sepatah kata dan segera akan kusampaikan. Begitu maut menjemputku, langsung kuserahkan suaraku, dan keesokan harinya akan terucap. Karena esok hari tak membiarkan satu pun rahasia tersembunyi dalam kitab tiada batas.

Aku datang untuk hidup dalam kemulian cinta dan cahaya keindahan.

Lihatlah aku saat itu dalam kehidupan: tak ada yang bisa memisahkan aku dari hidupku.

Seandainya mereka mencungkil kedua mataku, aku akan mendengarkan kidung cinta  dan melodi keindahan dan kebahagiaan. Apabila mereka menutup pendengaranku, akan kutemukan kesenangan dalam belaian lembut angin sepoi-sepoi perpaduan wewangian kecantikan dan aroma harum para pencinta.

Dan apabila aku pun tak bisa merasakan udara itu, maka kulanjutkan hidup bersama jiwaku; karena jiwa adalah anak perempuan dari cinta dan keindahan.

Aku datang menjadi untuk semua dan dalam semua yang sendirian kulakukan hari ini, akan dinyatakan dihadapan banyak orang pada masa depan.

Dan yang sekarang kuucapkan dengan satu hati, esok akan dikatakan oleh banyak hati.

Hari itu saya tercerahkan, hari itu saya terinspirasi, hidup memang mengejutkan, dan ditengah ketidakpastian hidup yang kita jalani, sangatlah pantas rasanya bila kita berharap untuk mendapatkan kebahagiaan dan bersyukur untuk setiap waktu yang kita jalani. Bukankah kita semua ada dan tercipta karena Rahmat-Nya ??!!
Semoga Menginspirasi!!!

13 September 2012 pukul 15:46
Theme images by loops7. Powered by Blogger.