KATA PENGANTAR
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup sendiri oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainny, atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu
alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpila pikir dan
melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat
aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi
manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam islam
merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh dimuka bumi.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat, melalaikan aspek ini sehingga tidak memperdulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram menurut syariat islam.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat, melalaikan aspek ini sehingga tidak memperdulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram menurut syariat islam.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang selalu
memberikan Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Ayat-Ayat Ekonomi”. Shalawat dan salam selalu kita curahkan kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya sahabat dan pengikut beliau
hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua orang yang telah mendukung kami dari segi material dan in-material. Terutama kepada dosen pengasuh matakuliah
yang telah memberikan
tugas guna menambah pengetahuan kami sebagai generasi penerus yang baik.
Kami telah berupaya
dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyajikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Namun,
kami juga menyadari bahwa makalah ini juga masih banyak
terdapat kekurangan, baik dari segi penulisan ataupun isi makalah ini sendiri. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan demi
kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Amin yarobb
Banjarmasin, November 2015
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang....................................................................................... 1
B. RumusanMasalah.................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 1
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Jual
beli............................................................................... 3
B.
Rukun dan syarat syah jual beli............................................................ 3
C.
Hukum
Jual beli, Barang, dan Harga.................................................... 6
D.
Bentuk-bentuk
Ba’i (jual beli).............................................................. 13
E.
Ayat-ayat
tentang jual beli.................................................................... 15
BAB III PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................... 18
B. Saran..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting,
apalagi manusia tidak dapat hidup sendiri oleh sebab itu manusia saling
berinteraksi antara satu dengan yang lainny, atau disebut juga dengan
bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang
tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat mengetahui
secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus
jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu
alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpila pikir dan
melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat
aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi
manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam islam
merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh dimuka bumi.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan
dalam mempelajari muamalat, melalaikan aspek ini sehingga tidak memperdulikan
lagi, apakah barang itu halal atau haram menurut syariat islam.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Apa
yang dimaksud dengan jual beli ?
2. Apa saja rukun dan syarat syah jual beli ?
3. Apa saja hukum jual beli, barang, dan harga ?
4.
Apa
saja bentuk-bentuk Ba’i (jual beli) ?
5.
Apa
saja ayat-ayat tentang jual beli ?
C.
Tujuan.
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Tauhid. Dengan tujuan yaitu sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengertian jual beli.
2. Untuk
mengetahui rukun dan syarat syah jual beli.
3. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk Ba’I (jual beli).
4. Untuk
mengetahui ayat-ayat tentang jual beli.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian jual beli.
Secara terminologi fiqih jual beli disebut
dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i dalam terminologi fiqih terkadang
dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal al-syira yang berarti
membeli. Dengan demikian al-ba’i mengandung arti menjual sekaligus membeli
atau jual beli. Menurut hanafiyah pengertian jual beli (al-bay) secara
definitif yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan
sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut
malikiyah, syafi’iyah, hanabilah, bahwa jual beli (al-ba’i) yaitu tukar
menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
Dan menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’i adalah
jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran atara benda dengan uang.[1]
B.
Rukun dan syarat syah jual beli.
1. Rukun (Unsur) Jual Beli.
Rukun jual beli ada tiga, yaitu :
a.
Pelaku transaksi, yaitu penjual dan pembeli.
b.
Objek transaksi, yaitu harga dan barang.
c.
Akad (Transaksi), yaitu segala tindakan yang
dilakukan kedua belah pihak yang menunjukan mereka sedang melakukan transaksi,
baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan.
Menurut Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah, unsur jual beli
ada tiga, yaitu :
a.
Pihak-pihak. Pihak-pihak yang terkait dalam
perjanjian jual beli terdiri atas penjual, pembeli, dan pihak lain yang
terlibat dalam perjanjian tersebut.
b.
Objek. Objek jual beli terdiri atas benda yang
berwujud dan benda yang tidak berwujud, yang bergerak maupun benda yang tidak
bergerak, dan yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Syarat objek yang
diperjual belikan adalah sebagai berikut: barang yang dijualbelikan harus ada,
barang yang dijualbeli kan harus dapat diserahkan, barang yang dijualbelikan
harus berupa barang yang memiliki nilai/ harga tertentu, barang yang
dijualbelikan harus halal, barang yang dijualbelikan harus halal, barang yang
dijualbelikan harus diketahui oleh pembeli, kekhususan barang yang
dijualbelikan harus diketahui penunjukan dianggap memenuhi syarat langsung oleh
pembelitidak memerlukan penjelasan lebih lanjut, dan barang yang dijual harus
ditentukan secara pasti pada waktu akad. Jualbeli dapat dilakukan terhadap:
barang yang terukur menurut porsi, jumlah berat, atau panjang, baik berupa
satuan atau keseluruha, barang yang ditakar atau ditimbang sesuai jual yang
ditentukan , sekalipun kapasitas dari takaran dan timbangan tidak diketahui,
dan satuan komponen dari barang yang dipisahkan dari komponen lain yang telah
terjual.
c.
Kesepakatan.
Kesepakatan dapat dilakukan dengan tulisan, lisan dan isyarat, ketiganya
mempunyai makna hukum yang sama.
Ada dua bentuk akad :
1). Akad dengan kata-kata,
dinamakan juga dengan ijab Kabul. Ijab yaitu kata-kata yang diucapkan terlebih
dahulu. Misalnya: Penjual berkata:
“Baju ini syaa jual dengan harga Rp. 10.000,-, Kabul, yaitu kata-kata yang
diucapkan kemudian. Misalnya: Pembeli berkata: “Barang saya terima”.
2). Akad
dengan perbuatan, dinamakan juga dengan mu’athhah. Misalnya: pembeli
memberikan uang seharga Rp. 10.000,- kepada penjual, kemudian mengambil barang
yang senilai itu tanpa terucap kata-kata dari kedua belah pihak.
2.
Syarat sahnya jual beli
Suatu jual beli tidak sah bila tidak terpenuhi dalam suatu akad
tujuh syarat, yaitu :
a.
Saling
rela antara kedua belah pihak. Kerelaan antara kedua belah pihak untuk
melakukan transaksi syarat mutlak keabsahannya.
b.
Pelaku
akad adalah orangyang dibolehkan melakukan akad, yaitu orang yang telah baliq,
berakal, dan mengerti. Maka, akad yang dilakukan oleh anak dibawah umur, orang
gila, atau idiot tidak sah kecuali dengan seizing walinya, kecuali akad yang
bernilai rendah seperti membeli kembali gula, korek api dan lain-lain.
c.
Harta
yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua pihak. Maka,
tidak sah jual beli barang yang belum dimilikinya tanpa seizing pemiliknya.
d.
Objek
transaksi adalah barang yang dibolehkan agama. Maka tidak menjual barang haram
seperti khamar (minuman keras) dan lain-lain.
e.
Objek
transaksi adalah barang yang biasa diserahterimakan. Maka tidak sah jual beli
mobil hilang, burung diangkasa karena tidak dapat diserahterimakan.
f.
Objek
jual beli diketahui oleh kedua belahpihak saat akad. Maka tidak sah menjual
barang yang tidak jelas.
g.
Harga
harus jelas saat transaksi. Maka tidak sah jual beli dimana penjual mengatakan:
“Aku jual mobil ini kepada mu dengan harga yang akan kita sepakati nantinya.”[2]
C.
Hukum jual beli,
barang, dan harga .
1.
Hukum
Transaksi Jual Beli
Adapun yang
dimaksud dengan hukum transaksi adalah sasaran dan tujuan dari proses
transaksi. Dalam jual beli, hukumnya adalah barang dimiliki oleh pembeli dan
harga dimiliki oleh penjual. Sementara dalam penyewaan,manfaat barang dimiliki
oleh orang yang menyewa dan upah dimiliki orang yang menyewakan.
Untuk masalah hukum ini terdapat tiga penyebutan
1.
Terkadang yang
dimaksud adalah hokum taklifi.yaitu
bisa wajib,sunnah,mubah,haram,atau makruh, seperti dikatakan hokum puasa adalah
wajib, hukum mencuri adalah haram,dan seterusnya.
2.
Terkadang yang
dimaksud adalah status syariat bagi sebuah perbuatan dari sisi sah,harus, atau
tidak harus, seperti kalau dikatakan bahwa hokum transaksi yang memenuhi syarat
dan rukunnya adalah transaksi yang sah dan berlaku lazim bagi kedua belah pihak.
3.
Terkadang yang
dimaksud pengaruh dari sebuah perbuatan syariat, seperti wasiat jika memenuhi
syarat dan rukunnya maka wasiat memiliki pengaruh kepada orang yang diberi
wasiat, dan pengaruh pada barang yang diwasiatkan.
Adapun maksud
pada hukum pada pembahasan kali ini adalah hukum pada poin ketiga.Artinya
,hukum syariat yang kuat berlaku pada jual beli dan pengaruh-pengaruh yang
timbul. Sedangkan pengaruh jual beli adalah ditetapkannya kepemilikan barang
bagi pembeli dan ketetapan kepemilikan harga bagi penjual.Pengaruh ini terjadi
bila jual beli berlaku lazim dan
tidak ada hak khiyaar di dalamnya.
2.
Barang dan harga.
a. Pengertian Harga dan
Barang
barang dan harga menurut mayoritas ulama
hanafi termasuk kata benda yang berlawanan yang mempunyai arti yang berbeda.
Barang biasanya adalah sesuatu yang bisa ditentukan wujudnya, sedangkan harga
biasanya tidak bisa ditentukan.
Ibnu Hamam dan ulama lain menyatakan
bahwa baju bisa berfungsi ganda, sebab bisa berfungsi sebagai barang yang akan
diserahkan kemudian dengan sistem jual beli salam
, juga bisa berfungsi sebagai utang yang akan diserahkan kemudian atas
dasar ia sebagai harga. Dalam kondisi yang kedua, disyaratkan penyerahannya
kemudian bukan karena dia berfungsi sebagai harga tetapi lebih karena prosedur
untuk menjadikan jual beli ini sebagai jual beli salam.
*.
Menentukan barang
Maksud
dari kata “menentukan” adalah
membedakan sesuatu dari yang lainnya dalam dunia nyata.Barang bisa ditentukan
bila disebutkan dalam transaksi, baik hadir pada saat transaksi maupun tidak
hadir.
*.
Perbedaan antara Harga,Nilai, dan Utang
Harga,
hanya terjadi pada transaksi, yaitu sesuatu yang disepakati oleh kedua belah
pihak, baik kebanyakan dari nilai itu, lebih kecil, maupun sama dengan nilai
barang.
*.
Membedakan antara Harga dan Barang
Kaidah
dasar yang sudah menjadi ketetapan untuk hal ini adalah setiap yang bisa
menjadi harga dan tidak sebaliknya. Begitupun, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa harga kadang-kadang tidak berupa tanggungan yang harus dibayar
atau diserahkan kemudian, tetapi juga terkadang berupa barang tertentu seperti
berupa barang yang bernilai seperti hewan,kain, atau semacamnya seperti halnya
keadaan barang.
b. Hukum-hukum Barang
dan Harga, atau Hasil Perbedaan Antara Keduanya
pembedaan antara barang dan harga
seperti yang dipaparkan di atas memberi hasil-hasil hukum. Di bawah ini akan
disebutkan enam diantaranya secara singkat, sedang tiga di antaranya secara
detail.
1. Untuk
dilakukanya jual beli yang sah, barang disyariatkan berupa sesuatu yang dinilai
dan syarat ini tidak mesti berlaku pada harga.
2. Disyariatkan
agar berlakunya jual beli barang yang sah, barang harus ada ditangan penjual
dan tidak mesti berlaku pada harga.
3. Dalam
jual beli salam , harga tidak boleh
ditunda pembayarannya, sementara barang harus tertunda penyerahannya.
4. Biaya
penyerahan harga ditanggung oleh pembeli, sementara biaya penyerahan barang
ditanggung oleh penjual.
5. Transaksi
jual beli yang tidak menyebutkan harga di anggap rusak, sementara jual beli
yang tidak menyebutkan barang di anggap batal.
6. Rusaknya
barang setelah diserahkan tidak bisa menjadi alasan untuk membatalkan jual
beli. Akan tetapi, rusaknya harga setelah diterima boleh saja jadi alasan untuk
membatalkan jual beli.
7. Rusaknya
barang sebelum diserahkan dapat membatalkan jual beli. Akan tetapi, rusaknya
harga sebelum diserahkan tidak membatalkan jual beli.
8. Seorang
pembeli tidak boleh bertindak apapun pada barang yang bisa dipindah-pindah
sebelum diterima, sementara penjual boleh saja melakukan apapun pada harga
sebelum ia menerimanya.
9. Seorang
pembeli harus menyerahkan harga lebih dulu agar berhak untuk menerima barang,
selama penjualnya tidak rela tanpa prosedur itu, 144 saya akan
memerinci tiga hal terakhir.
c. Hukum Rusaknya
Barang, Harga, dan Harga(Alat Tukar) yang tidak Berlaku
-.
Hukum Rusaknya Barang
Kerusakan barang bisa terjadi seluruhnya,
sebagianya, dan bisa juga terjadi sebelum diserahkan dan setelah diserahkan.115
1.kerusakan barang seluruhnya sebelum
diserahkan
a.
jika barang rusak karena faktor takdir, atau barang itu sendiri yang rusak,
atau karena perbuatan penjual, maka jual beli menjadi batal.
b.jika
barang rusak karena campur tangan pembeli, maka jual beli tidak batal dan
pembeli harus membayar harganya.
c.
jika barang rusak karena campur tangan orang lain, bukan pembeli bukan juga
penjual, maka jual beli tidak serta merta menjadi batal, tetapi pembeli diberi
hak khiyaar untuk meneruskan dan
membayar harga barang, atau membatalkan transaksi dan meminta jaminan dari
orang yang merusak barang.
2.
Kerusakan Barang Seluruhnya setelah di
serahkan.
a.
jika barang rusak karena faktor takdir, atau perbuatan dari pembeli sendiri,
atau barang itu sendiri yang rusak, ataupun perbuatan orang lain, maka jual
beli tidak dianggap batal.
b.
jika barang dirusak oleh penjual, maka ada dua kemungkinan
pertama,
apabila
pembeli telah menerima barang dengan izin atau tanpa seizin penjual tapi
pembeli sudah membayar harganya atau dibayar kemudian sedangkan kerusakan
barang karena ulah penjual, maka hukumnya seperti kerusakan yang dilakukan oleh
orang lain. Dengan demikian, penjual harus menanggung resikonya.
Kedua,
apabila
pembeli telah menerima barang tanpa seizing penjual, sementara harga barang
belum diserahkan kepada penjual maka jual beli menjadi batal dan orang yang
menanggung kerusakan itu adalah penjual sendiri. Karena, perusakannya dianggap
sama dengan bila dia meminta kembali barangnya.
Maliki berpendapat,116
tanggung jawab akan beralih kepada pembeli berdasarkan terjadinya transaksi itu
sendiri pada semua bentuk jual beli, kecuali dalam lima keadaan.
a. Jika
jual beli terjadi pada barang yang tidak ada ditempat dengan hanya menyebutkan
sifatnya.
b. Jika
jual beli terjadi pada jual beli khiyaar.
c. Jika
jual beli terjadi pada buah sebelummasak sepenuhnya.
d. Jika
jual beli terjadi pada barang yang harus diserahkan dengan tepat oleh penjual,
seperti barang yang ditimbang, dikilo, dan dijumlah.
e. Jika
jual beli menjadi rusak, maka tanggungan pada lima bentuk jual beli ini
dibebankan pada penjual sampai pembeli menerima barang atau memegangnya.
Syafii
mengatakan117 bahwa semua barang di bawah tanggungan penjual sebelum
diterima oleh pembeli.
Akan
tetapi Hambali mengatakan118 bahwa jika berupa barang yang dikilo,
di timbang dan dijumlah, lalu rusak sebelum diserahkan maka itu termasuk barang
penjual.
4. Kerusakan
sebagian barang sebelum serahkan dilihat dari pendapat Hanafi.
a.
Apabila
kerusakan sebagian barang terjadi karena faktor takdir, andil pembeli, atau
barang itu sendiri, ataupun perbuatan orang lain, maka kerusakan ditanggung
sendiri oleh pembeli.
b.
Apabila kerusakan terjadi karena andil
penjual, maka perlu diperhatikan hal berikut. Jika penerimaan barang atas
seizin penjual, atau harga sudah dibayar, atau akan dibayar kemudian, maka
hokum perbuatan penjual untuk kasus ini sama dengan status orang lain.
d.Hukum Kerusakan Harga
Menurut Hanafi
Apabila harga rusak di tempat transaksi
sebelum diterima oleh penjual, maka perlu diperhatikan hal berikut.
1. Apabila
harga berupa barang serupa, maka transaksi tidak batal karena harga itu bisa
diganti dengan harga itu bisa diganti dengan harga yang lain yang sama.
2. Jika
harga yang rusak tidak bisa didapatkan stok yang sama denganya pada saat
melakukan transaksi artinya, harga berupa sesuatu yang terkadang habis dan stok
ada ketika transaksi dilakukan lalu menghilang sesaat sebelum diserahkan maka
Abu Hanifah berpendapat bahwa menjadi batal.
e.Harga (Alat Tukar)
yang Sudah tidak Berlaku Lagi Menurut Hanafi
Apabila seseorang membeli suatu barang
dengan menggunakan mata uang yang berlaku, lalu tiba-tiba mata uang tersebut
tidak berlaku lagi Karena pemerintah mengeluarkan mata uang baru sebelum dia
menerima barang, maka menurut Abu Hanifah transaksi menjadi
batal.Konsekuensinya, pembeli harus segera mengembalikan kepada penjual barang
yang dibelinya kalau masih ada, atau stok sejenisnya kalau barang asli sudah
rusak.
f.Hukum Transaksi pada
Barang atau Harga sebelum Diterima
- Hukum
Transaksi pada Barang
Hanafi mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan pendapat mengenal tidak bolehnya melakukan transaksi apapun pada
barang yang bisa berpindah sebelum diterima dari penjualnya. Ini berdasarkan
pada larangan Nabi Muhammad saw. Dari menjual barang yang belum diterima .
Adapun mengenai barang-barang berpindah
( real estate ), menurut Abu Hanifah
dan Abu Yusuf, boleh menjualnya sebelum diterima dari penjual pertama.
-
Hukum
Transaksi pada Harga yang Belum Diterima
Memanfaatkan harga ( alat tukar ) yang belum
diterima dari pembeli boleh dan sah secara hukum. Karena status dasar harga
adalah hutang .sebab, semua barang yang berstatus utang seperti mahar,upah,
dang anti rugi barang-barang yang dirusak boleh dimanfaatkan sebelum diterima.
g.Hak Menahan Penyerahan
Barang
Kewajiban pembeli menyerahkan harga barang seperti yang telah
dikemukakan sebelum berimplikasi secara hukum bahwa seorang penjual berhak
menahan penyerahan barang kepada pembeli sampai menyerahkan segera uang, baik semuanya
maupun sebagiannya.
h.Makna Serah-Terima
Barang serta Cara Pelaksaannya
Arti serah-terima barang menurut Hanafi
adalah pelepasan barang.Artinya, penjual melepaskan barang kepada pembeli
dengan menghilangkan segala yang bisa menghalangi pembeli untuk mengambil dan
menguasainya.
3.
Hukum
Beli Yang Batal Dan Jual Beli Yang Rusak
Dari segi hukum dan sifat yang diberikan
agama dengan melihat sejauh mana pemenuhan syaratnya, mayoritas ahli fiqh
membagi transaksi menjadi dua; transaksi sah dan transaksi tidak sah.Transaksi
sah adalah transaksi yang memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya.
Jual
beli yang sah adalah jual beli yang disyariatkan baik
hakikat153 maupun sifatnya dan tidak ada kaitannya dengan hak orang
lain, juga tidak ada hak khiyaar didalamnya.
Hukum jual beli ini dapat berpengaruh secara langsung.Maksudnya, adanya
pertukaran hak kepemilikan barang dan harga. Barang menjadi milik pembeli,
sedang harga milik penjual seusai terjadinya ijab ijab kabol.[3]
D.
Bentuk-bentuk Ba’i (jual beli).
Dari
berbagai tinjauan, ba’i dapat dibagi menjadi beberapa bentuk. Berikut
ini bentuk-bentuk ba’i :
1.
Ditinjau
dari sisi objek akad ba’i yang menjadi :
a.
Tukar
menukar uang dengan barang. Ini bentuk ba’i berdasarkan konotasinya.
Misalnya : tukar-menukar mobil dengan rupiah.
b.
Tukar
menukar barang dengan barang, disebut juga dengan muqayadhah (barter),
misalnya tukar menukar buku dengan jam.
c.
Tukar
menukar uang dengan uang, disebut juga dengan sharf. Misalnya:
tukar-menukar rupiah dengan real.
2.
Ditinjau
dari sisi waktu serah terima, ba’i dibagi menjadi empat bentuk:
a.
Barang
dan uang serah terima dngan tunai. Ini bentuk asal ba’i.
b.
Uang
dibayar dimuka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati. Ini dinamakan salam.
c.
Barang
diterima dimuka dan uang menyusul, disebut dengan ba’i ajal (jual beli
tidak tunai). Misalnya: jual beli kredit.
d.
Barang
dan uang tidak tunai. Disebut ba’idain bin dain (jual beli utang dengan
utang).
3.
Ditinjau
dari cara menetapkan harga, ba’i dibagi menjadi :
a.
Ba’i
musawamah (jual beli dengan cara
tawar-menawar), yaitu jual beli dimana pihak penjual tidak menyebutkan harga
pokok barang, akan tetapi menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk
ditawar. Ini bentu asal ba’i.
b.
Ba’i
amanah, yaitu jual beli dimana pihak penjual
menyebutkan harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut. Ba’i
jenis ini terbagi lagi menjadi tiga bagian :
1)
Ba’i
murabahah, yaitu pihak
penjual menyebutkan harga poko barang dan laba. Misalnya: pihak penjual
mengatakan, “barang ini saya beli dengan harga Rp. 10.000,- dan saya jual
dengan harga Rp 11.000,- atau saya jual dengan laba 10% dari modal.
2)
Ba’i
al-Wadh’iyyah, yaitu pihak
penjual menyebutkan harga pokok barang atau menjual barang tersebut dibawah
harga pokok.Misalnya, penjual berkata: “barang ini saya beli dengan harga
Rp.10.000,- dan saya akan jual dengan harga Rp. 9.000,- atau saya potong 10%
dari harga pokok”
3)
Ba’i
Tauliyah, yaitu penjual menyebutkan harga
pokok dan menjualnya dengan harga tersebut. Misalnya :penjual berkata, “Barang
ibu, saya beli dengan harga Rp. 10.000,- dan saya jual sama dengan harga
pokok.”[4]
E.
Ayat-ayat tentang jual beli.
1.
Etika
jual beli
a.
Menjauhkan
yang haram dalam jual beli.
Ø Q.S Al-An’am [6]:152
wur (#qç/tø)s? tA$tB ÉOÏKuø9$# wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4Ó®Lym x÷è=ö7t ¼çn£ä©r& (
(#qèù÷rr&ur @øx6ø9$# tb#uÏJø9$#ur ÅÝó¡É)ø9$$Î/ (
w ß#Ïk=s3çR $²¡øÿtR wÎ) $ygyèóãr (
#sÎ)ur óOçFù=è% (#qä9Ïôã$$sù öqs9ur tb%2 #s 4n1öè% (
ÏôgyèÎ/ur «!$# (#qèù÷rr& 4
öNà6Ï9ºs Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 crã©.xs? ÇÊÎËÈ
Artinya
: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kmi tidak memikulkan beban kepada seorang melainkan sekadar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji allah. Yang demikian itu
diperintahkan allah kepadamu agar kamu ingat.
Ø Q.S Al-Syu’ara [26]:181
* (#qèù÷rr& @øs3ø9$# wur (#qçRqä3s? z`ÏB z`ÎÅ£÷ßJø9$# ÇÊÑÊÈ
Artinya
: “sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan”
Ø Q.S Al-Syu’ara [26]: 182
(#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# ÇÊÑËÈ
Artinya
: “Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus”.
Ø Q.S Al-Syu’ara [26]: 183
wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Z9$# óOèduä!$uô©r& wur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÊÑÌÈ
Artinya:
“Dan jangan lah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
meraja lela dimuka bumi dengan membuat kerusakan.
Ø Q.S Al-Rahman [55]:8
wr& (#öqtóôÜs? Îû Èb#uÏJø9$# ÇÑÈ
Artinya
: “Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu”.
Ø Q.S Al-Rahman [55]:9
(#qßJÏ%r&ur cøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ wur (#rçÅ£øéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ
Artinya
: “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mngurangi
neraca itu.
2.
Syarat
jual beli.
a.
Ridha.
Ø Q.S Al-Nisaa’ [4]:29
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4
wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya
: “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakanharta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu. Dan jangan lah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
allah maha penyayang kepadamu.[5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan.
Dari pembahasan yang terdapat pada
BAB II, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1.
jual beli (al-ba’i) yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk
pemindahan milik dan kepemilikan.
2.
Rukun
jual beli :Pelaku transaksi, yaitu penjual dan pembeli,Objek transaksi, yaitu harga dan barang, Akad (Transaksi), yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak
yang menunjukan mereka sedang melakukan transaksi, baik tindakan itu berbentuk
kata-kata maupun perbuatan. Syarat jual
beli salah satunya : Saling rela antara kedua belah pihak. Kerelaan antara
kedua belah pihak untuk melakukan transaksi syarat mutlak keabsahannya.
3. Bentuk-bentuk Ba’I :Ditinjau dari sisi objek akad ba’i, ditinjau
dari sisi waktu serah terima, ditinjau dari cara menetapkan harga.
4. Etika jual beli : Menjauhkan yang haram dalam
jual beli :Q.S Al-An’am [6]:152, Q.S Al-Syu’ara [26]:181, Q.S Al-Syu’ara [26]:
182, Q.S Al-Syu’ara [26]: 183, Q.S Al-Rahman [55]:8,Q.S Al-Rahman [55]:9.
Syarat jual beli :Ridha. (Q.S Al-Nisaa’ [4]:29).
B.
Saran.
Adapun saran dari kami bagi para
pembaca setelah membaca makalah ini adalah pembaca dapat mengetahui pengertian jual beli, mengetahui rukun dan
syarat syah jual beli, mengetahui bentuk-bentuk Ba’I (jual beli), mengetahui
ayat-ayat tentang jual beli. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami hanyalah
manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan khilaf.
[1]
Hamid.1983.Ketentuan Fiqih dan Ketentuan hukum
yang Kini Berlaku di Lapangan Hukum Perikatan.(Surabaya: PT. Bina Ilmu).
Hal.32
[2]
Mardani.2012.Fiqh
Ekonomi Syariah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group). Hal 102 -104
[3]Wahbah
az-zuhaili.2007.Fiqih islam Wa adillatuhu.(Jakarta: Gema Insani &
Darul Fikir). Hal. 71
[4]
Hamid.1983.Ketentuan
Fiqih dan Ketentuan hukum yang Kini Berlaku di Lapangan Hukum Perikatan.(Surabaya:
PT. Bina Ilmu). Hal.108
[5]
Mardani.2012.Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi
Syariah.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). Hal.10
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhali,
Wahbah.2007.Fiqih islam Wa adillatuhu.(Jakarta: Gema Insani & Darul
Fikir).
Djakfar,
Muhammad.2009.Hukum Bisnis. Yogyakarta: PT LKis Printing Cemerlang.
Hamid.1983. Ketentuan Fiqih dan Ketentuan hukum yang Kini
Berlaku di Lapangan Hukum Perikatan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Mardani.2012.Fiqh
Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mardani.2012.Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah.Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.