CARA MENEMUKAN DAN MERUMUSKAN MASALAH
CARA MENEMUKAN DAN MERUMUSKAN MASALAH
Disampaikan
pada Seminar Kelas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu
Dr. Saifuddin
Ahmad Husien, MA
Dr. Muhammad
Sabirin, M, SI
Oleh:
Abdul
Muthalib
1502521539
Muhammad
Rizqoni
1502521527
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2015
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap melakukan
penelitian harus mempunyai masalah penelitian yang akan dipecahkan. Perumusan
masalah ini bukanlah pekerjaan yang mudah, termasuk bagi peneliti-peneliti yang
sudah berpengalaman. Padahal masalah selalu ada di lingkungan sekeliling kita.
Titik tolak penelitian jenis apapun tidak lain bersumber pada masalah.
Tanpa masalah, penelitian itu tidak dapat dilaksanakan. Masalah itu, sewaktu
akan mulai memikirkan suatu penelitian, sudah harus dipikirkan dan dirumuskan
secara jelas, sederhana, dan tuntas. Hal itu disebabkan oleh seluruh unsur
penelitian lainnya akan berpangkal pada perumusan masalah tersebut.
Pemecahan masalah yang
dirumuskan dalam penelitian sangat berguna untuk mengatasi kebingungan kita
akan suatu hal, untuk memisahkan kemenduaan, untuk mengatasi rintangan atau
untuk menutup celah antara kegiatan atau fenomena. Karenanya peneliti harus
memilih suatu masalah bagi penelitiannya, dan merumuskannya untuk memperoleh
jawaban terhadap maslaah tersebut. Perumusan masalah merupakan hulu dari
penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam
penelitian ilmiah.
Karena pentingnya
perumusan masalah dalam sebuah penelitian maka saya membuat makalah dengan
bahasan perumusan masalah penelitian (research
question).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah definisi dari Perumusan Masalah ?
2.
Apa manfaat Perumusan Masalah ?
3.
Bagaimana Kriteria-kriteria Perumusan
Masalah ?
4. Bagaimana Ciri-ciri dan Model Perumusan Masalah ?
5.
Bagaimana Pembatasan dan Analisis Perumusan Masalah ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Perumusan
Masalah.
2. Untuk mengetahui manfaat Perumusan
Masalah.
3. Untuk mengetahui Kriteria-kriteria Perumusan Masalah.
4. Untuk mengetahui Ciri-ciri Perumusan Masalah yang
Baik.
5. Untuk mengetahui Pembatasan dan Analisis Perumusan Masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Perumusan
Masalah
Perumusan masalah atau research questions atau
disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang
mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena
mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di
antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun
sebagai akibat.
Ada beberapa para ahli
mendefinisikan tentang perumusan masalah, diantaranya:
Menurut Pariata Westra
(1981:263) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila seseorang berusaha mencoba
suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu hingga
berhasil.”
Menurut Sutrisno Hadi
(1973:3) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan
kenapa”.[1]
Perumusan masalah
merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan
masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan
membuahkan hasil apa-apa.
Perumusan masalah atau
research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan
sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya,
baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.[2]
Rumusan masalah itu
merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan
data bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini berdasarkan penelitian
menurut tingkat eksplanasi.[3]
Rumusan masalah ini
pada hakikatnya adalah deskriptip tentang ruang lingkup masalah, pembatasan
dimensi dan analisis variabel yang tercakup didalamnya. Dengan demikian rumusan
masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di dalam proses
penelitian nantinya.[4]
Bentuk masalah dapat
dikelompokkan kedalam bentuk masalah deskriptif, komparatif, asosiatif
1. Rumusan Masalah
Deskriptif
Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan
dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu
variabel atau lebih.
2. Rumusan Masalah
Komparatif
Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang
membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel
yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda.
3. Rumusan Masalah
Asosiatif
Rumusan masalah asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat
menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.
Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam perumusan masalah yaitu:
a. Dirumuskan secara jelas
b. Menggunakan kalimat
tanya dengan mengajukan alternaatif tindakan yang akan dilakukan
c. Dapat diuji secara
empiris
d. Menggandung deskripsi
tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan
e. Disusun dalam bahasa
yang jelas dan singkat
f. Jelas cangkupannya
Bagian rumusan masalah
berisi tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian.
Tentunya masalah-masalah yang dihasilkan itu tidak lepas dari latar belakang
masalah yang dikemukakan pada bagian pendahuluan.[6]
Perumusan masalah
memiliki fungsi sebagai berikut yaitu
1) Sebagai pendorong suatu
kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai
penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan.
2) Sebagai pedoman, penentu
arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga
mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di
lapangan.
3) Sebagai penentu jenis data
macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa
yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data
mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena
melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana
yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan
penelitiannya.
4) Dengan adanya perumusan
masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam
menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian
B. Manfaat
Perumusan Masalah
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu Fungsi pertama adalah sebagai pendorong
suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai
penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan. Fungsi kedua, adalah sebagai pedoman,
penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak
berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai
di lapangan. Fungsi ketiga dari
perumusan masalah, adalah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan
harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan
harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data
mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan
masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan
data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya. Sedangkan fungsi keempat dari suatu perumusan
masalah adalah dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti
menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi
dan sampel penelitian.
Kegiatan penelitian yang menggunakan
tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit semestinya dapat menghasilkan
manfaat. Penelitian harus dilaksanakan dengan tujuan memberikan sumbangsih bagi
kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan efektivitas kerja.[7]
C.
Kriteria-kriteria Perumusan Masalah
Ada
setidak-tidaknya tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan
masalah penelitian yaitu ;
Kriteria
pertama dari suatu perumusan masalah adalah berwujud
kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang
memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban
eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala di
dalam kehidupan manusaia.
Kriteria Kedua dari suatu masalah penelitian adalah bermanfaat atau
berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti
pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan sumbangan teoritik
yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai
pengembangan teori-teori yang sudah ada.
Kriteria ketiga, adalah bahwa suatu perumusan masalah yang baik, juga
hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual,
sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan
dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan
manusia.[8]
D.
Ciri-ciri Perumusan Masalah
Dalam penelitian diperlukan sebuah masalah yang baik. Terdapat beberapa
ciri masalah yang baik, yaitu:
Mempunyai Nilai Penelitian
Dalam sebuah penelitian, masalah yang sedang diteliti hendaknya mempunyai
nilai penelitian. Dikatakan mempunyai nilai penelitian apabila masalah yang
akan diteliti pada akhir penelitian dapat memberikan manfaat dalam sebuah
bidang ilmu tertentu atau dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Dalam
memilih masalah yang baik peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1.
Masalah harus mempunyai
keaslian
Sebuah masalah yang akan diteliti hendaknya adalah masalah yang up to date.
Maksudnya adalah masalah yang diteliti belum pernah diteliti sebelumnya oleh
peneliti lain. Masalah juga harus mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan
semakin berkualitas. Selain itu, masalah yang diteliti boleh jadi adalah
masalah-masalah yang terlewatkan dari perhatian masyarakat selama ini atau bias
juga masalah yang akan memunculkan sebuah teori baru.
2.
Masalah harus menyatakan
suatu hubungan
Masalah yang baik adalah masalah yang menyatakan sebuah hubungan antara
variabel-variabel tertentu yang saling berkaitan. Hal ini perlu diperhatikan
agar penelitian yang dilakukan lebih bermakna. Biasanya variabel-variabel yang
dipakai untuk mewakili unsur-unsur yang ada dalam penelitian dilambangkan
dengan huruf X, Y, dan Z.
3.
Masalah harus merupakan hal
yang penting
Masalah yang diteliti haruslah merupakan hal yang penting dan bukan masalah
yang sepele untuk diteliti. Karena diharapkan hasil akhir dari penelitian
adalah sebuah fakta dan kesimpulan yang dapat bermanfaat di sebuah bidang
tertentu dan dapat diterbitkan di jurnal ilmu pengetahuan. Tidak hanya itu,
hasil penelitian juga dapat menjadi bahan referensi dalam menyusun buku-buku
teks.
4.
Masalah harus dapat diuji
Seorang peneliti harus pandai dalam memilih masalah yang akan diteliti.
Masalah yang akan diteliti hendaknya adalah
masalah yang dapat diuji. Sebaiknya masalah yang dipilih adalah masalah
yang dapat memberikan implikasi untuk dilakukan uji empirisnya. Hal ini
dimaksudkan agar penelitian agar penelitian dapat dilihat secara jelas hubungan
antar variabel yang saling berkaitan dalam masalah yang sedang diteliti dan
dapat tentu saja dapat diukur.
5.
Masalah harus dapat
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Masalah yang menarik adalah masalah yang dapat menimbulkan pertanyaan. Tapi
peneliti juga harus dapat menggambarkan masalah yang sedang diteliti dengan
jelas, sehingga tidak membingungkan orang yang membacanya dan dapat dilakukan
uji untuk menyatakan jawaban dan kebenarannya.
6.
Mempunyai fisibilitas
Masalah yang baik adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu masalah
tersebut harus mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan. Hal ini
dimaksudkan agar penelitian dapat berguna dan tidak sia-sia.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan peneliti, yaitu:
a. Data serta
metode untuk memecahkan masalah harus tersedia. Peneliti haruslah memperhatikan ketersediaan data dan
metode terhadap masalah yang akan diteliti. Hal ini sangatlah penting, karena
digunakan untuk memecahkan masalah. Data dan metode yang akan digunakan
hendaknya sudah memiliki standard an ukuran yang jelas, sehingga dapat diukur
dan akan menghasilkan sebuah pemecahan yang dapat akurat.
b.
Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus
dalam batas-batas kemampuan. Biaya adalah faktor yang diboleh dilupakan oleh
seorang peneliti pada saat akan melakukan penelitian. Seorang peneliti harus
bisa memperkirakan biaya yang akan dikeluarkannya dalam penelitian. Biaya yang
terlalu besar dalam penelitian akan dapat memberatkan peneliti dan dianggap
kurang fleksibel.
c.
Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar. Seorang peneliti harus dapat memperkirakan waktu yang
akan digunakan dalam penelitiannya. Sebuah penelitian yang baik adalah
penelitian yang tidak memakan waktu yang terlalu lama karena akan tidak
efektif.
d.
Biaya dan hasil harus seimbang. Penelitian yang baik adalah penelitian yang antara
hasil yang diperoleh dengan biaya memiliki porsi yang seimbang. Hal ini penting
karena penelitian harus tetap memperhitungkan efisiensi di dalammya.
e.
Administrasi dan sponsor yang kuat. Masalah yang akan
diteliti haruslah memiliki administrasi dan sponsor yang kuat. Hal ini cukup
penting karena penelitian tidak dapat dilakukan tanpa adanya bantuan dari siapa
pun dan seorang pembimbing.
f.
Tidak bertentangan dengan hukum dan adat. Masalah yang
dipilih untuk diteliti hendaknya tidak bertentangan dengan hukum dan adat yang
berlaku di masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan oleh peneliti karena akan
berpengaruh pada keberlangsungan proses penelitian.
g.
Equipment dan kondisi harus memungkinkan. Seorang peneliti harus memperhatikan kondisi pada saat
akan melakukan penelitian. Penelitian hendaknya dilakukan pada saat kondisi
yang sedang kondusif agar dapat berjalan lancar. Tidak hanya itu, peralatan
yang dibutuhkan pada saat penelitian juga harus diperhatikan. Sebaiknya
penelitian menggunakan alat-alat yang mudah ditemukan dan diperoleh.
7.
Sesuai Dengan Kualifikasi
Peneliti
Masalah yang akan diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan dapat
dipecahkan oleh peneliti. Mengapa demikian, karena agar penelitian yang telah
dilakukan tidak terhenti di tengah proses pengerjaan karena ketidakmampuan
seorang peneliti untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti sehingga akan
sia-sia.
Untuk itu, peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
a.
Menarik bagi peneliti
Masalah yang diteliti hendaknya menarik bagi peneliti. Hal ini penting agar
peneliti merasa tertantang untuk melakukan penelitian dan berusaha untuk
memecahkannya. Sehingga penelitian dapat segera diselesaikan.
b.
Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
Masalah yang diteliti harus sesuai dengan kualifikasi peneliti.
Pertimbangan ini penting karena akan berpengaruh pada kelancaran dan hasil
penelitian. Karena jika peneliti tidak cukup kompeten dalam bidang masalah yang
sedang diteliti, maka hasil yang diteliti tidak akan akurat.[9]
E.
Pembatasan Masalah
Masalah adalah lebih dari sekedar
pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan. Pertanyaan, lebih lanjut harus
dirumuskan dan dibatasi secara spesifik agar tidak menimbulkan kebingungan
dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan data apa sebenarnya yang harus
dikumpulkan serta kesimpulan apa yang pada akhirnya dapat diambil pada hasil
penelitian.[10] Masalah penelitian dapat berasal dari
berbagai sumber. Dalam hal ini tentu peneliti terlebih dahulu harus melukiskan
masalah seluas mungkin yang dapat dijangkau oleh pikirannya berdasarkan
realitas yang ditemukannya. Namun, karena keterbatasan kemampuan, baik
pengetahuan, waktu, tenaga, biaya dan fasilitas lainnya, maka peneliti harus
membatasi masalahnya.
Masalah dalam penelitian dapat dibatasi dengan
bertumpu pada sesuatu fokus. Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari
hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang
menimbulkan tanda-tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari
sesuatu jawaban. Faktor yang berhubungan tersebut dalam hal ini mungkin berupa
konsep, data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya. Jika kedua faktor itu
diletakkan secara berpasangan akan menghasilkan sejumlah tanda-tanya, kesukaran
yaitu sesuatu yang tidak dipahami atau tidak dapat dijelaskan pada waktu itu.[11] Sebagai contoh: fokus penelitiannya adalah ketidakdisiplinan pegawai.
Untuk menelaah penyebabnya peneliti mungkin ingin menelaahnya dari sisi
kepemimpinan atasan, tingkat kesejahteraan, lingkungan kerja yang tidak
kondusif. Faktor-faktor tersebut dapatlah dikaitkan untuk menjajaki penyebab
terjadinya ketidakdisiplinan pegawai. Dengan demikian masalah penelitiannya
menjadi sebagai berikut: Apakah ada kaitan antara kepemimpinan atasan dengan
dengan ketidakdisiplinan pegawai?, Bagaimanakah pengaruh tingkat kesejahteraan,
apakah hal ini menjadi sumber penyebab ketidakdisiplinan pegawai?, Apakah
lingkungan kerja yang tidak kondusif ada kaitannya dengan etos kerja yang
menyebabkan ketidakdisiplinan pegawai?.
Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah faktor-faktor tersebut haruslah dapat diukur dan dimanage (measurable
and managable). Agar dapat diukur maka faktor-faktor tersebut harus konseptual,
artinya faktor tersebut harus didukung oleh teori-teori sehingga akan lebih
mudah mengukurnya karena indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam
teori-teori yang relevan. Faktor-faktor dapat di-manage artinya data dengan
mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya atau bersedianya responden sebagai unit
analisis untuk mengisi instrumen penelitian.
Ada dua maksud tertentu yang ingin
dicapai dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memaanfaatkan fokus.
Pertama, penetapan fokus dapat membatasi masalah. Jadi, dalam hal ini fokus
akan membatasi bidang inquiri. Jika peneliti membatasi diri dengan upaya
menemukan teori dari dasar, maka lapangan penelitian lainnya tidak akan
dimanfaatkan lagi.[12] Pada contoh tersebut diatas, jelas bahwa subjek penelitian adalah pegawai.
Jadi, peneliti tidak perlu kesana kemari untuk mencari subjek penelitian,
karena dengan sendirinya telah dibatasi oleh fokusnya. Kedua, penetapan fokus
itu berfungsi untuk memenuhi kriteria iklusi-eksklusi atau kriteri masuk-keluar
(inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan.
Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus seorang peneliti tahu persis data mana
dan data tentang apa yang perlu dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun
mungkin menarik, karena tidak terlalu relevan, tidak perlu lagi dimasukkan
kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan.
F.
Model Perumusan Masalah
Berdasarkan level of explanation
suatu gejala, Loncoln dan Guba sebagaimana yang dikutip Muhadjir,[13] membagi model rumusan masalah secara umum dalam tiga bentuk rumusan
masalah, yaitu rumusan masalah deskriptif, komparatif dan assosiatif.
1.
Rumusan
masalah deskriptif
Merupakan suatu rumusan masalah yang
memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang
akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.
2.
Rumusan
masalah komparatif
Merupakan rumusan masalah yang
memandu peneliti untuk membandingkan antara konteks sosial atau domain satu
dibandingkan dengan yang lain.
3.
Rumusan
masalah assosiatif
Merupakan hubungan rumusan masalah
yang memandu peneliti untuk mengkonstruksi hubungan antara situasi sosial atau
domain satu dengan yang lainnya. Rumusan masalah assosiatif dibagi menjadi tiga
yaitu, hubungan simetris, kausal dan reciprocal atau interaktif. Hubungan
kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Selanjutnya hubungan
interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Dalam penelitian
kualitatif hubungan yang diamati atau ditemukan adalah hubungan yang bersifat
reciprocal atau interaktif.
Dalam penelitian kuantitatif, ketiga
rumusan masalah tersebut terkait dengan variable penelitian, sehingga rumusan
masalah penelitian sangat spesifik, dan akan digunakan sebagai panduan bagi
peneliti untuk menentukan landasan teori, hipotesis, insrumen, dan teknik
analisis data. Oleh karena itu, rumusan masalah yang merupakan fokus penelitian
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk lapangan
atau situasi sosial tertentu. Namun demikian, setiap peneliti baik peneliti
kuantitatif mau pun kualitatif tetap harus membuat rumusan masalah. Pertanyaan
penelitian kualitatif di rumuskan dengan maksud untuk memahami gejala yang
kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in context). Peneliti yang
meggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap awal penelitiannya akan
mengembangkan fokus penelitian sambil mengumpulkan data. Proses seperti ini
disebut “emergent design”. Namun yang jelas, tidak ada keseragaman model
rumusan masalah dalam penyajian, karena para peneliti berasal dari berbagai
macam disiplin ilmu dengan beragam latar belakang metodologi penelitian.
G.
Analisis Perumusan Masalah
Ada enam
patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah yaitu :
1.
Apakah
rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor? Jika ya,
apakah dirumuskan secara proporsional ataukah dalam bentuk diskusi atau
gabungan kedua-duanya?
2.
Apakah
rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian? Jika ya, apakah hanya
terdapat rumusan masalah atau dicampuradukkan dengan memtode penelitian? Jika
disatukan dengan tujuan penelitian, apakah masalah dipandang sama dengan tujuan
penelitian ataukah tujuan penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah?
Apakah rumusan masalah yang disatukan dengan tujuan penelitian, pada “masalah
penelitian” dibahas juga metode penelitianya?
3.
Apakah
uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan
penelitian, ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja?
4.
Apakah
uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria
“inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak
terpenuhi?
5.
Apakah kata
“hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah
penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implicit?
6.
Apakah
secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist
atau tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?
H.
Prinsip-Prinsip Perumusan Masalah
1.
Prinsip Yang
Berkaitan Dengan Teori Dari Dasar
Peneliti hendaknya senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam
penelitiannya didasarkan atas upaya menemukan teori dari-dasar sebagai acuan
utama. Dengan hal itu berarti bahwa masalah sebenarnya terletak dan berada di
tengah-tengah kenyataan, atau faktam atau fenomena.
2.
Prinsip Yang
Berkaitan Dengan Maksud Perumusan Masalah
Pada dasarnya inti hakikat penelitian kualitatif terletak pada upaya
penemuan dan penyusunan teori baru.
3.
Prinsip
Hubungan Faktor
Fokus atau masalah merupakan rumusan yang terdiri atas dua atau lebih
faktor yang menghasilkan kebingungan. Faktor-faktor itu dapat berupa konsep,
peristiwa, pengalaman, atau fenomena. Definisi tersebut mengarah pada tiga
aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan oleh peneliti pada waktu merumuskan
maslah, yaitu :
a.
Adanya dua
atau lebih factor
b.
Faktor-faktor
itu dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna, dan
c.
Hasil
pekerjaan menghubungkan tadi berupa suatu keadaan yang membingungkan, suatu
keadaan berupa tanda tanya, yang memerlukan pemecahan atau untuk menjawab.
4.
Fokus
Sebagai Wahana Untuk Membatasi Studi
Penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak mengharuskan peneliti
menganut suatu orientasi teori tertentu. Dalam penelitian kualiatatif, pilihan
subjektif peneliti dihormati dan dihargai. Pilihan itu bisa didasarkan pada
paradigma ilmiah atau alamiah.
5.
Prinsip Yang
Berkaitan Dengan Kriteria Inklusi-Ekslusi
Perumusan masalah yang baik adalah yang dilakukan sebelum terjun kelapangan
dan yang mungkin disempurnakan pada awal ia terjun kelapangan akan membatasi
peneliti guna memilih data mana yang relevan dan mana pula yang tidak.
6.
Prinsip
Berkaitan Dengan Bentuk dan Cara Perumusan Masalah
Ada tiga bentuk perumusan masalah, yaitu :
a.
Secara
diskusi, yakni yang disajikan secara diskriptif tanpa pertanyaan-pertanyaan
peneliti.
b.
Secara
proporsisional, yakni secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam
hubungan logis dan bermakna; dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk
uraian atau deskriptif dan ada pula yang langsung dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan peneliti.
c.
Secara
gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian
ditegaskan lagi dalam bentuk proposisioanal.
7.
Prinsip Sehubungan Dengan Posisi Perumusan
Masalah
Yang dimaksud dengan posisi di sini tidak lain adalah kedudukan unsur
rumusan maslah di antara unsur-unsur penelitian lainnya. Unsur-unsur penelitian
lainnya yang erat kaitannya dengan perumusan masalah adalah “latar belakang
masalah”, “tujuan’, dan “metode penelitian”.
8.
Prinsip Yang
Berkaitan Dengan Hasil Kajian Kepustakaan
Pada
dasarnya perumusan masalah itu tidak dapat dipisahkan dari hasil kajian kepustakaan
yang berkaitan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perumusan masalah adalah suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena,
baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya
sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang
lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Perumusan masalah
memiliki beberapa fungsi siantaranya sebagai berikut; sebagai pendorong suatu
kegiatan penelitian menjadi diadakan, sebagai pedoman/penentu arah atau fokus
dari suatu penelitian, sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan
harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan
harus disisihkan oleh peneliti, dengan adanya perumusan masalah penelitian,
maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan
menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kriteria-kriteria
dalam perumusan masalah adalah; kriteria pertama berwujud kalimat tanya atau
yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban
deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris. Kriteria
Kedua bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan
teori. Kriteria ketiga, suatu perumusan masalah hendaknya dirumuskan di dalam
konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual.
Ciri-ciri masalah yang baik: Mempunyai Nilai Penelitian; Masalah harus mempunyai
keaslian; Masalah harus menyatakan suatu hubungan; Masalah harus merupakan hal
yang penting; Masalah harus dapat diuji; Masalah harus dapat dinyatakan dalam
bentuk pertanyaan; Mempunyai fisibilitas; serta Sesuai Dengan Kualifikasi
Peneliti.
Pembatasan masalah studi melalui fokus
pada dasarnya masalah penelitian harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik
agar tidak menimbulkan kebingungan dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan
data apa sebenarnya yang harus dikumpulkan serta kesimpulan apa yang pada
akhirnya dapat diambil pada hasil penelitian. Masalah dalam penelitian dapat
dibatasi dengan bertumpu pada sesuatu fokus. Ada dua maksud tertentu yang ingin
dicapai dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memaanfaatkan fokus. Pertama,
penetapan fokus dapat membatasi masalah. Kedua, penetapan fokus itu
berfungsi untuk memenuhi kriteria iklusi-eksklusi atau kriteri
masuk-keluar (inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru
diperoleh dilapangan.
Model perumusan masalah secara umum
dapat dibagi dalam tiga bentuk rumusan masalah, yaitu rumusan masalah
deskriptif, komparatif dan assosiatif.
Analisis
perumusan masalah, Ada enam patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah
yaitu :
1.
Apakah rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor?
2. Apakah rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian
3.
Apakah uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai
pertanyaan penelitian, ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja?
4. Apakah uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat
memenuhi criteria “inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga
criteria itu tidak terpenuhi?
5.
Apakah kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan
masalah penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implicit?
6.
Apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus”
secara eksplist atau tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?
Beberapa prinsip dalam perumusan masalah yaitu;
1.
Prinsip yang berkaitan dengan teori dari dasar
2. Prinsip yang derkaitan dengan maksud perumusan masalah
3.
Prinsip hubungan factor
4.
Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi
5.
Prinsip yang berkaitan dengan kriteria inklusi-ekslusi
6.
Prinsip berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah
7.
Prinsip sehubungan dengan posisi perumusan masalah
8.
Prinsip yang berkaitan dengan hasil kajian kepustakaan
B. Saran
1.
Karena
perumusan masalah merupakan hulu dari sebuah penelitian maka kita harus menyusunnya
dengan baik agar penelitian yang dilakukan dapat maksimal dan bermanfaat.
2.
Rumusan
masalah sebaiknya dibuat dalam bentuk pertanyaan yang jelas dan padat.
3.
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
menambah ilmu pengetahuan khususnya dalam pembuatan perumusan masalah dalam
penelitian kualitatif
[5] Kunandar, S.Pd.,M.Si, Langkah Mudah
Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal.89
[7] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), 31
DAFTAR PUSTAKA
Muthalib Abdul, Metode
Penelitian Pendidikan Islam, Banjarmasin: Antasari Press
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi
Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Mahsun, Metode
Penelitian Bahasa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada
Moleong J. Lexy. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Muhadjir,
Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998.
Sugiyono, Metode Penelitian
Pendidikan, Bandung: CV. Alfabeta Sukmadinata Syaodih Nana. 2011. Metode Penelitan Pendidikan. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya Offset.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodologi
Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=394. tanggal 15
November 2015.
http://armanbram.blogspot.com/2012/12/perumusan-masalah-dalam-penelitian.html.
tanggal 15 November 2015.